Garis Lurus
Pada akhirnya, semua pengharapan akan kalah dengan garis Tuhan.
Sayangnya, tak ada yang pernah siap menghadapi kehilangan.
Tak ada yang pernah benar-benar mempersiapkan perpisahan.
Padahal kita sudah tahu, di satu pertemuan akan ada pertemuan yang lain, dan di satu perpisahan, suatu saat akan ada perpisahan yang lain.
Hidup seolah panggung drama yang tokohnya berganti-ganti.
Kadang jadi pemeran utama, kadang jadi pelengkap di cerita orang lain. Kadang beberapa kisah muncul di dua judul yang berbeda.
Hidup seolah arena sepak bola yang ada pemain utama, dan ada pemain cadangan.
Ada saatnya berlaga, ada saatnya duduk diam lalu menonton.
Entah jadi cadangan atau pemeran utama, semua perlu dipersiapkan. Tidak mungkin tokoh pelengkap pun dipilih di hari H, tidak mungkin.
Sama halnya dengan hati. Mungkin kita perlu mempersiapkan diri dengan ketidakterdugaan.
Jangan-jangan, sebenarnya bukan disini seharusnya aku jatuh. Jangan-jangan, aku keluar dari arah yang seharusnya.
Ya, benar, setiap hari memang dibutuhkan untuk mengoreksi. Setiap hari dibutuhkan untuk mengevaluasi. Dan setiap hari, mungkin perlu mentaubati niat lagi. Jangan-jangan, impianku cuma duniawi.
Ah, sayangnya, kita sering sekali jatuh di tempat yang tidak tepat. Jatuh cinta pula.
Tak kan lari gunung dikejar. Pepatah mengatakan begitu. Sama, beda arus pun, jika tujuan kita samudera yang sama, pada akhirnya akan sampai juga, kan?
Akan lebih baik jika kita juga di arus yang sama, harapku.
Tapi, bukankah aku harus mengalah pada ketentuan takdir?
Ah bukan, bukan aku yang mengalah. Tapi aku memang kalah.
Bukankah Tuhan selalu memegang kendali kemenangan?
Sayangnya, tak ada yang pernah siap menghadapi kehilangan.
Tak ada yang pernah benar-benar mempersiapkan perpisahan.
Padahal kita sudah tahu, di satu pertemuan akan ada pertemuan yang lain, dan di satu perpisahan, suatu saat akan ada perpisahan yang lain.
Hidup seolah panggung drama yang tokohnya berganti-ganti.
Kadang jadi pemeran utama, kadang jadi pelengkap di cerita orang lain. Kadang beberapa kisah muncul di dua judul yang berbeda.
Hidup seolah arena sepak bola yang ada pemain utama, dan ada pemain cadangan.
Ada saatnya berlaga, ada saatnya duduk diam lalu menonton.
Entah jadi cadangan atau pemeran utama, semua perlu dipersiapkan. Tidak mungkin tokoh pelengkap pun dipilih di hari H, tidak mungkin.
Sama halnya dengan hati. Mungkin kita perlu mempersiapkan diri dengan ketidakterdugaan.
Jangan-jangan, sebenarnya bukan disini seharusnya aku jatuh. Jangan-jangan, aku keluar dari arah yang seharusnya.
Ya, benar, setiap hari memang dibutuhkan untuk mengoreksi. Setiap hari dibutuhkan untuk mengevaluasi. Dan setiap hari, mungkin perlu mentaubati niat lagi. Jangan-jangan, impianku cuma duniawi.
Ah, sayangnya, kita sering sekali jatuh di tempat yang tidak tepat. Jatuh cinta pula.
Tak kan lari gunung dikejar. Pepatah mengatakan begitu. Sama, beda arus pun, jika tujuan kita samudera yang sama, pada akhirnya akan sampai juga, kan?
Akan lebih baik jika kita juga di arus yang sama, harapku.
Tapi, bukankah aku harus mengalah pada ketentuan takdir?
Ah bukan, bukan aku yang mengalah. Tapi aku memang kalah.
Bukankah Tuhan selalu memegang kendali kemenangan?
Komentar
Posting Komentar