Satu Per-satu




Sepertinya, hati belum mau berdamai dengan beberapa kenyataan.

Malam-malam menjadi teramat pilu ketika semua pertanyaan seolah datang seperti hujan
Kekhawatiran dan ketakutan bagai senjata makan tuan yang siap kapanpun 'kan menikam
Langit malam yang sempurna direnggut awan tebal, gelap-gulita,
lengkap menutup hari-hari dengan perjalanan yang membosankan
Tubuh yang lemah, dada penuh gundah, otak ingin meluapkan amarah,
usia-usia dimana kita sampai pada yang diberi nama kegelisahan
Perasaan tak nyaman menjadi selimut dalam dipan-dipan peraduan

Seolah semua tanda tanya tak memiliki tempat tujuan

Rasanya dipaksa keadaan lelah bukan?
Ah, bukankah  hidup akan lebih menyenangkan jika  berbuat semaunya?
Suka ya lakukan, tak suka ya tinggalkan
Marah ya luapkan, bahagia juga tinggal merayakan

Jika  saja, jika  saja!
Hembusan napas kasar keluar  dari bibirnya yang menghitam karena nikotin

Semua bibir manusia seolah pernah menuntut keadilan
Semua meneriakkan dimana letak keadilan
Semua seakan pernah bertanya apakah hidup ini adil?
Bahkan tak jarang manusia mengumpat tentang jalan
Yang dpilihnya sendiri, barangkali lupa

Umpatan demi umpatan menari-nari di kepalanya
Hati? Apakah yakin jika daging merah itu masih berfungsi?

Malam-malam di Februari sempurna gelap gulita,
awan yang kian tebal merenggut kuasa rembulan

Pertanyaan itu datang lagi
Menghujam tepat di dadanya
kekhawatiran itu datang  bertubi-tubi
Merajam kejam seluruh jiwanya
Ketakutan itu mengeroyok tanpa ampun

Argh, sedang apa sebenarnya kita?
Apakah kita sedang bersaing dalam dimensi yang tak pernah kita kunjungi?
Apakah kita sedang memaki dalam kata yang tak pernah diutarakan?
Apakah kita sedang merebutkan kemenangan tanpa pertandingan?
Apa yang sedang kita lakukan dengan umpatan-umpatan itu?

Barangkali jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu tak perlu kita cari,
Tapi datang dengan sendirinya.
Bukankah segala pertanyaan akan datang bersama jawaban?
Sama seperti masalah yang sedang kau dan aku hadapi, akan datang solusinya
Meski beberapa pertanyaan hanya mampu terjawab dengan kalimat Alif Lam Mim.

Beberapa jawaban memang tak membuat lega, beberapa penjelasan memang tak membuat puas
Bukan, bukan tidak pas, tapi memang manusia saja yang tak pernah puas
Bukankah begitu?
Dari ayat-ayat suci Tuhan, hingga pandir yang tiba-tiba jadi penyair, pencipta lagu pun menyanyikannya
"Manusia tak pernah puas, diberi satu minta seribu!"

Sepertinya, hati belum mau berdamai dengan beberapa kenyataan. Benarkah?
Mengertilah, tidak semua hal mampu kau kendalikan dengan satu waktu. Satu persatu.


      - Ada banyak perasaan yang tidak kuceritakan,
        Dari Kota paling selatan, 22:04

picture: house.katabara.com

Komentar