terakhir



Terakhir Kali

Setelah tiga puluh desember kemarin ketika  bumi basah
Di sapu gerimis seharian
Kini di penghujung hari ke tiga puluh satu
Sepertinya mentari tak ingin kehilangan kesempatan menebus hutang
Bersua dengan bumi
Sejak pagi, ia telah memamerkan pesona sunrisenya menyapa dunia

Langit pun seolah ikut berbahagia
Tak segaris pun awan menggelayuti
Indah birunya

Biru,
langit biru mengingatkan kembali tentang janji yang kemarin kutuliskan
“semoga, semoga saja.”
Gumamku seraya tersenyum samar memejamkan mata

Kelokan jalan yang lengang menelisik ingatan
Juga pohon kelapa yang menyejajarinya
Pun riuh dedaunan yang bergesekan karena desau angin
Udara dinginnya
Ah aku ingin mengunjunginya sekali lagi
Bukan, bukan dirinya
Tapi garis pantai yang pernah merekam kisah
Debur ombak yan menjadi musik pengiring

Juga senja waktu itu
Ketika langkah kaki telah menancap bukit di utara lautan
Ketika langkahku menuruni terjalnya bukit seperti ada yang tak rela kulepaskan
Ah tentu saja bukan jejak kaki
Kurasa, senyum dan tawanya di antara ilalang ini

Sudah, jangan lagi menggangguku
Ataukah aku yang terlalu munafik tak bisa melepasmu ?
Tidak, kan ?

Aku yang tak pernah melihatmu secara  dekat,
apalagi menatap matamu dengan lekat
juga tak pernah bercengkerama secara gamblang
sedangkan kau sapa saja, yang melingkupi hanya kecanggungan

kurasa tak seharusnya aku menyimpan semuanya
jadi, jangan seolah melarangku melepasmu
dengan terus hadir di bayanganku
terima kasih pernah membuatku tertawa juga terbawa rasa
maaf.

31 desember
Senja di pantai dan sepatu yang kau pakai.

Komentar