Percakapan Rahasia
Aku tidak sekuat
mereka. Aku tidak sekuat perempuan lain yang pernah kau kenal. Iya, aku selemah
dan serapuh ini.
Caraku berlari dan
pergi, bukan karena aku tak mau mendengar, bukan aku tak mau paham. Hanya saja,
aku kehabisan cara untuk membuat hatiku tak remuk lagi.
Sumpah, kau tahu?
Rasanya sakit sekali direndahkan seperti itu. Sakit sekali rasanya, ketika
orang yang kusayangi dengan gampang mengucapkan kalimat itu dari bibirnya.
Sumpah, aku tak dilahirkan untuk itu.
Sayangnya, berkali-kali
aku melarikan diri, kau tak pernah mau memahami sebabnya. Kau dengan tega
mengulang dan mengulanginya lagi.
Setiap hari, aku
berusaha menghapus kalimat yang pernah menghujam ke hatiku. Setiap hari, aku
berusaha membujuk kepalaku untuk melupakannya, melupakannya. Setiap malam, aku
membalut hatiku dengan memaafkan, memaafkan lagi, dan lagi.
Tapi tidak bisa, setiap
hela napas yang kugunakan untuk menghapus, melupakan dan memaafkan, satu kata
muncul ibarat pisau yang mengiris dada. Kemudian disusul pisau yang lainnya ketika
kalimat-kalimat yang lain juga bermunculan di kepalaku.
Mungkin kamu tak pernah
menduga dan tak pernah terpikirkan seperti apa akibat dari setiap kalimatmu.
Mungkin juga, setiap kalimat yang kau ucapkan bisa berdampak baik bagiku. Tapi
tidak, aku tidak merasakanya. Aku setiap hari seperti membohongi diri sendiri
ketika melihatmu, setiap kali tertawa denganmu.
Sunggguh, aku memang
sudah terlatih untuk dibentak, dihina dan direndahkan. Tapi itu tidak sama
sekali untuk melatihku menjadi kuat.
Siksaan fisik dan
psikis bagiku tak ada bedanya. Dua-duanya selalu menimbulkan trauma. Jangan
tanya kapan lukaku akan sembuh. Sungguh, ini tak akan sembuh dengan sendirinya
tanpa ada usaha. Menjauh, akan pergi kemana aku?
Diam, dan terus
berpura-pura, adalah satu–satunya cara yang kumiliki. Tapi kadang, aku juga tak
bisa diam. Meski berbicara akan menusuk lukaku semakin dalam. Karena ketika aku berbicara, bukan pengertian
yang aku dapatkan. Tapi hujaman kalimat yang semakin tajam.
Ya Tuhan, aku lelah.
Tenggorokkanku sakit
karena menangis tanpa suara semalaman. Kau tak tahu, kan? Bahwa aku juga
berpura-pura baik-baik saja di depan teman-temanku. Sungguh, asal kau tahu, kau
adalah pencipta luka paling parah di hatiku.
Komentar
Posting Komentar